Pelaksanaan konstitusi di Indonesia

Alvira Mohamad
3 min readJan 30, 2019

--

ditulis sebagai salah satu tugas mata kuliah Kewarganegaraan.

Sumber gambar: http://news.unair.ac.id/2017/08/21/memaknai-kembali-hari-konstitusi-indonesia/

Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Dalam penyusunan suatu konstitusi tertulis, nilai-nilai dan norma dasar yang hidup dalam masyarakat dan dalam praktek penyelenggaraan negara turut mempengaruhi perumusan suatu norma ke dalam naskah Undang-Undang Dasar. Salah satu tujuan konstitusi adalah sebagai pembatasan & pengawasan terhadap kekuasaan politik dan jaminan terhadap hak dan kewajiban warga negara.

Konstitusi sebagai pembatasan & pengawasan terhadap kekuasaan politik.

Keberadaan konstitusi sebagai hukum dasar bagi keberlangsungan sebuah Negara tidak dapat dianggap sederhana karena konstitusi akan memberikan rule of game di Negara tersebut. Dibanyak Negara, konstitusi dianggap sebagai instrumen yang dapat digunakan untuk mengontrol pemerintah agar tidak berlaku sewenang-wenang dan melampaui batas kewenangannya. Konstitusi muncul dari sebuah keyakinan akan pemerintahan yang terbatas, meskipun setiap negara mempunyai aturan dan batasan-batasan tersendiri mengenai hal apa yang hendak ditetapkan. Namun apapun sifat dan berapapun luas konstitusi itu semuanya akan bermuara pada kesejahteraan bersama.

Pembagian dan pembatasan tugas untuk mengatur jalannya pemerintahan akan akan terlaksana dengan baik jika saja ada keseimbangan kekuasaan secara proporsional antara para aparatur negara. Pembagian dan pembatasan tugas ini oleh Montesquieu dibagi menjadi tiga kekuasaan, yaitu:

1. Legislatif, pemegang kekuasaan untuk membentuk undang-undang.

2. Yudikatif, pemegang kekuasaan dibidang kehakiman.

3. Eksekutif, pemegang kekuasaan dibidang pemerintahan.

Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis dalam susunan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah negara Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat, dan Rusia. Aliran-aliran itu oleh Indonesia diperhatikan sungguh-sungguh dalam penguasaan ketatanegaraan untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.

Pembagian kekuasaan dalam sistem konstitusi yang berlaku di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sejak tahun 1945. Perubahan-perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut.

1. Periode 18 Agustus 1945–27 Desember 1949, UUD 1945 (Sebelum Amandemen).

2. Periode 27 Desember 1949–17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949.

3. Periode 17 Agustus 1950–5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950.

4. Periode Orde Lama (1959–1966).

5. Periode Orde Baru (1966–1999).

6. UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 — Sekarang (Sesudah Amandemen).

Pada periode saat ini (UUD 1945 sesudah amandemen) pengaturan pembagian kekuasaan di Indonesia adalah sebagai berikut.

1. Badan legislatif, terdapat DPR dan DPD yang bertugas membentuk Undang-undang.

2. Badan eksekutif terdapat Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat yang bertugas melaksanakan undang-undang.

3. Badan yudikatif, terdapat Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial; di bidang pengawasan keuangan ada BPK yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan mengadilinya.

Konstitusi sebagai jaminan terhadap hak dan kewajiban warga negara.

Ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia telah mendapat jaminan konstitusional yang sangat kuat dalam Undang-Undang Dasar.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1998! pada pasal 28, yang menetapkan hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang/undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi. Pada para pejabat dan pemerintah untuk bersiap/siap hidup setara dengan kita. Harus menjunjung bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang.

Dalam prakteknya, hak dan kewajiban sering kali bertentangan atau tidak seimbang. Sebagai contoh warga negara memiliki hak dan kewajiban mendapat penghidupan yang layak, namun masih banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani hidupnya. Hal ini terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak yang mendahulukan hak atas dirinya daripada kewajiban dirinya dalam melayani warga negara. Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, seorang warga negara harus mengetahui hak dan kewajibannya, begitupun pemerintah atau penjabat harus mengetahui hak dan kewajibannya. Dan setiap orang seharusnya sadar pada dirinya bahwa menjalankan kewajiban harus didahulukan sebelum menuntut hak atas dirinya.

Referensi

[1] P. D. J. Ashiddiqie, “KONSTITUSI dAN KONSTITUSIONALISME,” 2012. [Online].

[2] D. F. Rosyida, “Hak dan Kewajiban Warga Negara Dalam Konstitusi,” [Online]. Available: https://www.academia.edu/11013885/Hak_dan_Kewajiban_Warga_Negara_Dalam_Konstitusi. [Diakses 2019].

[3] A. Adhari, “KONSTITUSI SEBAGAI PEMBATAS KEKUASAAN,” 2010. [Online]. Available: https://agusadharry.wordpress.com/2010/10/27/10/. [Diakses 2019].

[4] E. C. Manullang, “Pembagian Kekuasaan Sesuai Sistem Konstitusi di Indonesia,” 2015. [Online]. Available: https://id.scribd.com/doc/251568291/Pembagian-Kekuasaan-Sesuai-Sistem-Konstitusi-di-Indonesia-REVISI3-docx. [Diakses 2019].

--

--

Alvira Mohamad
Alvira Mohamad

Written by Alvira Mohamad

Mahasiswa Program Studi Sistem Informasi, Universitas Komputer Indonesia

No responses yet